ASSALAMU 'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUHU ...SHALOM...'ALEYCHEM.....AHLAN WA SAHLAN....BRUCHIM HABAYIM....SELAMAT DATANG DI RASAIL SALAM SHALOM

Minggu, 25 Mei 2008

Penghinaan orang Kristen Terhadap Maria dan Yesus


Maria dan bayi Yesus versi Gereja Arab




Maria dan Yesus versi orang Jepang




Maria dan Yesus versi suku Guadalupe, Yesus terlihat seprti anak perempuan




Maria dan Yesus versi bangsa mana ini??



orang yang cantik dan ganteng yang di foto lalu dikatakan bahwa ini foto Maria dan Yesus




Maria dan bayi Yesus dalam Gereja Ortodoks Rusia




Maria dan Yesus dalam versi suku Apache




Yesus orang indian




Yesus versi orang bolivia




Yesus gembala yang baik




Yesus dalam Gereja Katolik




Yesus dalam lukisan Gereja Ortodoks




Maria dan bayi Yesus versi orang Cina




Yesus dari afrika




Yesus mirip orang ambon



yang manakah wajah Yesus yang sebenarnya?????

Umat Kristen adalah Penghujat Sejati Yesus

          Seluruh orang penganut Kristen di dunia pasti meyakini bahwa mereka adalah pengikut Kristus yang setia.Bahkan tak jarang ada yang melakukan hal-hal yang melanggar hukum dengan mengatas namakan cinta kepada Kristus. Padahal mereka tidak menyadari bahwa mereka adalah penghujat nama Kristus.
Orang Kristen pasti menganggap bahwa Alkitab/Bibel yang mereka miliki dari Kejadian sampai dengan Wahyu adalah kebenaran 100%.Padahal dengan mempercayai Alkitab dengan mutlak, maka sendirinya umat Kristen telah menghujat Yesus.

Inilah hujatan-hujatan Alkitab yang diyakini oleh umat Kristen.

1. Yesus menuduh semua orang termasuk para nabi Allah yang datang sebelum dia adalah pencuri dan perampok.


“Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka” (Youhanes: 10:8)


2. Yesus tidak menghormati dan berkata kasar terhadap ibunya dan saudara-saudaranya di depan orang banyak.

“Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia.
Maka seorang berkata kepada-Nya: "Lihatlah, ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan berusaha menemui Engkau."
Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepada-Nya: "Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?" Lalu kata-Nya, sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya: "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku!
Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku." (Matius 12:46-50)



3. Yesus merasa kesal dan mengutuk pohon ara yang tidak bersalah lantaran tidak berbuah.


“Keesokan harinya sesudah Yesus dan kedua belas murid-Nya meninggalkan Betania, Yesus merasa lapar.
Dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia mendekatinya untuk melihat kalau-kalau Ia mendapat apa-apa pada pohon itu. Tetapi waktu Ia tiba di situ, Ia tidak mendapat apa-apa selain daun-daun saja, sebab memang bukan musim buah ara.
Maka kata-Nya kepada pohon itu: "Jangan lagi seorangpun makan buahmu selama-lamanya!" Dan murid-murid-Nyapun mendengarnya.“ (Markus 11:12-14)



4. Dasar keimanan Yesus adalah rasa benci.

"Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Lukas 14:26)



5.Yesus memenggil orang-orang yang tidak seiman dan sebangsa dengan dia dengan sebutan anjing (umat Kristen sekarang bukan sebangsa dengan Yesus, berarti umat Kristen juga anjing)


Tetapi Yesus menjawab: "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing."(Mattay 15:26)

“Lalu Yesus berkata kepadanya: "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (Marqus 7:27)


6.Yesus mengkhianati ucapannya sendiri

"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.
Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.
Karena itu
siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.”(Mattay 5:17-19)


“Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan--jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia,
maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.”(Ulangan 22:23-24)


Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah.
Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah.
Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?"
Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah.
Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu
tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah.
Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.
Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"
Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "
Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."(Youhana 8:3-11)

        Disini Yesus mengingkari ucapannya sendiri untuk setia pada hukum Taurat.
Jika ditinjau dari ucapannya pada Matius 5:17-19, maka Yesus seharusnya menempati tempat terendah dalam Kerajaan Sorga karena tidak menjalankan Hukum Musa.
         Dan jika ditinjau dari Yohanes 8:3-11, berarti Yesus berdosa juga atas ucapannya sendiri.
Pada hal seorang nabi telah dijamin tak berdosa,apalagi kalau umat Kristen mengakui jika ia Tuhan.

Inilah sebagian kecil perbuatan Yesus yang diimani oleh umat Kristen.Mereka mengimani kalau sesungguhnya Yesus pernah melakukan perbuatan yang tak pantas dilakukan oleh seorang nabi apalagi Tuhan

Selasa, 20 Mei 2008

11 Ummul Mu'minin

Ummul Mukminin, yang memiliki pengertian Ibu Kaum Mukmin, merupakan gelar khusus yang hanya disandangkan pada istri-istri Rasulullah saw. Mereka berjumlah sebelas orang dengan spesifikasi yang istimewa pada masing-masing individunya, mereka adalah:

Khadijah binti Khuwailid bin Asad al Quraisyiyyah al Asadiyah
istri pertama Rasulullah, dinikahi 15 tahun sebelum kerasulan ketika Nabi Muhammad jejaka 25 tahun, sedangkan Khadijah janda 40 tahun. Sebelumnya Khadijah telah menikah dua kali, pertama dengan Abu Halah bin Zarah at-Tamimi dan kemudian dengan Atiq bin Aziz at Tamimi.
Sebelum mereka menikah, Khadijah mempercayakan pengelolaan barang dagangannya kepada pemuda Muhammad. Tertarik akan pribadi dan kejujurannya, Khadijah meminangnya untuk menjadi suaminya. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai enam orang anak: Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummi Kalsum, Fatimah, dan Abdullah. Dari keenam putra-putri mereka, hanya Fatimah yang menurunkan keturunan yang sampai sekarang tersebar diseluruh dunia.
Khadijah berperan besar pada masa-masa awal penyebaran Islam. Dia mendedikasikan hartanya bagi kepentingan Islam. Khadijah wafat 2 tahun sebelum Rasulullah saw hijrah, dalam usia 65 tahun. Tahun wafatnya bersamaan dengan wafatnya Abu Thalib, paman Rasulullah saw.

Saudah binti Zam'ah
istri kedua Rasulullah, dinikahi setelah Khadijah wafat. Sebelum menikah dengan Rasulullah ia istri Sakran bin Umar al Amiri. Suami istri ini termasuk orang-orang pertama yang beriman. Karena dinista kaum Quraisy, mereka hijrah ke Habsyah. Setelah kembali ke Mekkah, Sakran meninggal. Saudah hidup sebagai janda lanjut usia, tanpa pelindung; bapaknya sendiri masih musyrik. Atas desakan bibinya, Khaulah binti Hakim, Rasulullah menikahinya. Meskipun berstatus sebagai istri, ia tidak pernah meminta haknya selaku umumnya seorang istri. Dia berkata: "Demi Allah, sesungguhnya saya tidak ingin menikah. Tetapi saya ingin bangkit kelak di hari kiamat sebagai istri Rasulullah." Saudah wafat di akhir masa Khalifah Umar bin Khattab


Zainab binti Huzainah bin Abdullah bin Umar bin Abdi Manaf bin Hilal bin Amir bin Sa'sa'ab al Hilaliyah.
Ia menikah dengan Rasulullah tahun 11 H. Sebelumnya dia pernah menikah dengan Abdullah bin Jahsi, salah satu syuhada Uhud. Pernikahannya dengan Rasulullah tidak berlangsung lama karena wafat kira-kira dua bulan setelah pernikahannya. Ia terkenal dengan sebutan Umm al Masakin (Ibu kaum miskin), karena senang memberi makan dan sedekah kepada fakir miskin.


Aisyah binti Abu Bakr as Siddiq
lahir 2 tahun sebelum kerasulan. Pernikahannya dengan Rasulullah saw tidak menghasilkan keturunan. Ia banyak mendengar al Qur'an dan hadis langsung dari Rasulullah saw. Melalui Aisyah umat Islam mengetahui bagaimana Rasulullah saw menjalankan kewajibannya sebagai suami, sampai hal-hal yang sangat pribadi yang patut diketahui umat Islam untuk diteladani. Aisyah juga dikenal sebagai orang yang cerdas, banyak mengetahui hukum-hukum dan ilmu fara'id (hukum pembagian harta waris) yang rumit. Aisyah wafat pada tahun 47 atau 48 H. Darinya para ulama menerima 2.210 hadis, termasuk hadis-hadis pergaulan suami-istri yang tidak akan diterima dari perawi lain.

Juariyah binti al Haris.
dinikahi Rasulullah saw enam tahun setelah hijrah. Pertemuannya dengan Rasulullah saw terjadi ketika Bani Mustaliq menyerang kaum muslimin. Juariyah ikut di dalamnya. Serangan Bani Mutaliq dapat dipatahkan, Juariyah menjadi tawanan Qais bin Sabit. Ia akan dibebaskan dengan syarat membayar tebusan. Oleh karena tidak memiliki uang tebusan, ia menghadap Rasulullah saw mengadukan nasibnya. Rasulullah saw bersabda: "Apakah engkau menginginkan agar aku membayar tebusanmu, kemudian aku menikahimu?" Juariyah setuju dan Rasulullah saw menikahinya. Pernikahan mereka membuat hubungan kaum muslim dengan Bani Mustaliq menjadi erat. Juariyah wafat tahun 56 H.


Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab.
dinikahi Rasulullah saw beberapa saat setelah Perang Khaibar. Shafiyyah adalah putri raja dan suaminya juga bangsawan Khaibar yang memiliki benteng Qumus, beragama Yahudi, bernama Kinanah bin Rabi'. Setelah terjadi perang Khaibar, orang-orang Khaibar menjadi tawanan, termasuk Shafiyyah. Sebagai bekas permaisuri raja, keadaan itu teramat menyedihkan. Kemudian ia masuk Islam dan bersedia dinikahi Rasulullah saw. Setelah menjadi Ummul Mukminin, ia kembali menduduki tempat kehormatannya. Pernikahannya dengan Rasulullah saw membuat orang-orang Khaibar ikut tergerak untuk masuk Islam. Shafiyyah wafat sekitar tahun 50 H.


Ummu Salamah.
nama aslinya adalah Hindun binti Abu Ummayah bin Mugirah bin Abdullah bin Amr bin Mahzum, dinikahi Rasulullah saw pada tahun 2 H. Sebelum dinikahi Rasulullah saw ia pernah menikah dengan Abdullah bin Asad al Mudirah dan memiliki anak bernama Salamah. Itu sebabnya ia dikenal dengan nama Ummu Salamah (Ibu Salamah). Suaminya ikut perang Uhud dan sempat terluka. Dalam peperangan dengan Bani Asad dia meninggal dunia.

Beberapa tahun setelah pernikahannya dengan Rasulullah saw, Ummu Salamah mendampingi Rasulullah saw dalam penakhlukan Mekkah, perang dengan orang Ta'if, perang melawan Bani Hawazin, dan perang melawan Bani Saqif. Ummu Salmah juga dikenal sebagai perawi hadis. Dia wafat sekitar tahun 59 atau 61 H.


Ramlah(Ummu Habibah) binti Abu Sofyan.
Sebelum masuk Islam ia menikah dengan Ubaidillah bin Yahsi al Asadi, sepupu Rasulullah saw. Ramlah dan suaminya masuk Islam, sementara orang tua mereka tetap musyrik bahkan memusuhinya. Karena tekanan dari kaum musyrik Quraisy Mekkah, Ramlah beserta suaminya hijrah ke Habsyah. Di tengah perjalanan hijrah yang sulit itu, Ramlah melahirkan, sementara suaminya kembali murtad. Meskipun sendirian dan menderita diperantauan Ramlah tetap teguh mempertahankan keimanannya. Kabar penderitaannya itu sampai kepada Rasulullah saw. Melalui surat yang disampaikan Raja Najasyi, Rasulullah saw meminangnya. Ramlah menerima pinangan itu dan menunjuk Kalid bin Sa'id bin As bin Ummayah sebagai walinya. Ketika itu dia tetap tinggal di Habsyah karena pertimbangan keamanan.

Sesudah Rasulullah saw hijrah ke Madinah, beliau memerintahkan para sahabat untuk mencari umat Islam yang terpencar-pencar di pengungsian termasuk yang masih ada di Habsyah. Ramlah ikut bersama mereka kembali ke Madinah dan untuk pertama kalinya bertemu dengan Rasulullah saw. Ramlah wafat tahun 44 H di masa pemerintahan adiknya, Mu'awiyah bin Abu Sofyan.


Hafsah binti Umar bin Khattab.
lahir lima tahun sebelum kerasulan. Pertama kali dia menikah dengan Hunain bin Hufazah, salah seorang sahabat yang ikut hijrah ke Habsyah dan ikut Perang Uhud. Ia wafat tahun 3 H. Setelah menjanda beberapa tahun Hafsah dinikahi Rasulullah saw. Kehadirannya di tengah-tengah rumah tangga Rasulullah saw sempat menimbulkan konflik. Ketika hadir Mariyah al Qibtiyyah, Hafsah cemburu berat. Ia mengajak istri-istri Rasulullah saw yang lain untuk mempengaruhi suami mereka agar membenci Mariyah. Rasulullah saw sempat menjauhi Mariyah hingga turun ayat 1 surat at-Tahrim menegur beliau.
Setelah Rasulullah saw wafat, atas usul Umar bin Khattab, Khalifah Abu Bakr mengumpulkan naskah al Qur'an yang tadinya berserakan baik di catatan-catatan pribadinya maupun hafalan para sahabat. Naskah al Qur'an lengkap pertama yang dikenal dengan 'Mushaf Abu Bakr' itu disimpan di rumah Hafsah. Naskah tersebut baru dikeluarkan pada zaman Khalifah Utsman untuk diperbanyak.


Zainab binti Jahsy bin Rubab bin Ya'mar bin Sabrah bin Murrah bin Kasir bin Ganam bin Daudun bin Asad bin Khuzaimah.
Ibunya bernama Umainah binti Abdul Mutallib bin Hasyim; jadi masih saudara sepupu Rasulullah saw. Sebelumnya Zainab adalah istri Zaid bin Harisah, anak angkat Rasulullah saw. Ia dinikahi Rasulullah saw tahun 3 H. Pernikahannya ini sekaligus menghapus pandangan masyarakat Arab ketika itu yang menyamakan status anak angkat sama dengan anak kandung, termasuk pencantuman nama nasab bapak angkat, sehingga bekas istri anak angkat tidak boleh dinikahi bapak angkat.

Zainab wafat tahun 20 H. Sebelum wafat ia berkata: "Aku telah menyediakan kain kafan untukku. Umar akan mengirimkannya untukku. Oleh karena itu saya minta, salah satunya diberikan pada yang memerlukannya. Bila masih ada hak-hakku supaya disedekahkan kepada yang memerlukannya."


Mariyah binti Syam'un al Qibtiyyah.
ibunya berdarah Romawi. Ia lahir dan dibesarkan di Ansuna suatu desa sebelah timur Sungai Nil. Pada masa remajanya ia tinggal di istana Raja Muqauqis Mesir sebagai pelayan istana. Ketika Habib bin Abu Balta'ah diutus menyampaikan surat dari Rasulullah saw kepada Raja Muqauqis, sebetulnya raja mengakui kerasulan Muhammad saw tetapi takut akan kehilangan kewibawaannya di hadapan rakyatnya, yang berarti pula akan kehilangan mahkotanya. Oleh karena itu ia membalas surat Rasulullah saw dengan penuh penghormatan sambil mengirimkan Mariyah dan saudaranya, Sirin, serta 1.000 misqal mas, 20 stel pakaian tenunan Mesir, madu lebah, kayu cendana, minyak kesturi, keledai lengkap dengan pelananya dan seekor himar putih. Mereka tiba di Madinah pada tahun 7 H.

Rasulullah saw menikahi Mariyah, sementara adiknya, Sirin, dinikahkan dengan penyair Hassan bin Sabit. Kehadiran Mariyah di antara istri-istri Rasulullah saw membuat mereka cemburu, terutama Hafsah dan Aisyah, lebih-lebih setelah Mariyah hamil dan melahirkan Ibrahim (wafat pada usia satu setengah tahun). Mariyah wafat pada tahun 16 H pada masa Khalifah Umar bin Khattab.

Waspadai “Injilisasi” Umat Islam (2)

Dalam tulisan sebelumnya dijelaskan, “injilisasi” terhadap Islam dilakukan secara halus. Bahkan sampai terhadap kamus-kamus –yang selama ini—menjadi pegangan para santri di pondok pesantren. Mengapa demikian? Apakah ada hubungannya dengan teks Bible sendiri?

Teka-teki Problem Bible
Sebagaimana diakui oleh umat Kristen sendiri bahwa Bible dijadikan sebagai Kitab Suci pasca-kematian Musa dan Yesus Kristus. Dengan begitu, Bible tidak terlepas dari berbagai interes manusia (penulisnya). Bahasa asli Bible (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) saja tidak mampu diselamatkan oleh orang Kristen sendiri.

Maka wajar jika mereka mengakui “keagungan” Al-Quran yang secara keseluruhan merupakan wahyu Allah (Kalamullah). Ia bukan fifty-fifty (ucapan Allah sekaligus ucapan selain Allah) sebagaimana halnya Bible.

Michael Keene dalam bukunya The Bible mencatat bahwa kitab-kitab yang menyusun Kitab Suci Ibrani dan, dengan variasi-variasi kunci dalam susunannya, Perjanjian Lama disusun selama 900 tahun. (Michael Keene, Alkitab: Sejarah, Proses Terbentuk, dan Pengaruhnya, terj. Y. Dwi Koratno, Yogyarkarta: Kanisius, 2006, hlm. 68). Untuk menyususn Gospel (Injil, PB), umat Kristen membutuhkan empat tahap.

Pertama, surat-surat yang dikirim ke berbagai gereja pada pertengahan abad pertama oleh para rasul dikumpulkan dan diedarkan secara luas, sementara surat-surat Paulus diletakkan bersama dalam suatu kumpulan terpisah.

Surat kepada jemaah Efesus bisa jadi merupakan pendahuluan editorial pada kumpulan ini karena meringkaskan seluruh pewartaan Paulus yang paling penting.

Kedua, tradisi lisan tentang Yesus sungguh-sungguh bernilai tinggi dan, pada waktunya, banyak yang dimasukkan ke dalam empat Injil yang tertulis. Ketiga, Perjanjian Baru diterbitkan oleh Marcion, dikenal sebagai seorang bidah, tahun 140 M berisi Injil Lukas dan sepuluh surat Paulus, tidak seperti kitab yang sudah diedarkan secara luas dalam Gereja. Dan keempat, daftar kitab dalam Fragmen Muratorian (190 M) memasukkan keempat Injil, Kisah Para Rasul, 13 surat Paulus, surat Yohanes dan Yudas, dan Kitab Wahyu, tetapi menghilangkan surat Ibrani, Yakobus, dan dua surat Petrus. Klemens dari Aleksandria (… 215 M) memasukkan Ibrani, sedangkan Eusebius (… 340 M) meragukan nilai Kitab Wahyu. (ibid., hlm. 78 & 79). Masalah bahasa Bible pun menjadi problem.

Karena tidak bisa mempertahankan bahasa asli Bible (Ibrani dan Arami), umat Kristen terpaksa menjadikan bahasa Yunani sebagai lingua-franca kitab suci mereka. Keene mengakui hal ini dan menyatakan bahwa menjelang akhir abad ke-4 SM bahasa Yunani telah menjadi sarana komunikasi utama di banyak dunia yang telah dikenal.

Di kalangan masyarakat Yahudi yang secara luas tersebar melintasi Mediterania dan Timur Tengah hanya sedikit orang yang berbicara bahasa Ibrani, sehingga masyarakat secara keseluruhan tidak bisa membaca kitab suci mereka sendiri. Dalam suatu dunia yang didominasi oleh budaya dan bahasa Yunani, kebutuhan untuk menterjemahkan kitab suci Ibrani ke dalam bahasa Yunani mendesak dilakukan. Pekerjaan ini dimulai pada abad ke-3 SM. (ibid., hlm. 70).

Tidak sampi di situ, terjemahan itu pun menjadi masalah. Pasalnya, terjemahan tersebut tidak menjadi terjemahan “paten” dan “final”. Semuanya bersifat temporal. Karena Bible –disebabkan tidak memiliki bahasa aslinya lagi—harus disesuaikan dengan roda perkembangan zaman. Karena terjemahan Bible tidak bisa dilakukan “sekali” untuk selamanya. V. Indra Sanjaya Pr., seorang imam diosesan Keuskupan Agung, Semarang dalam bukunya Tentang Alkitab mengakui problem ini.

Dalam sub-judul “Sekali untuk Selamanya?” dia menjawab pertanyaan tersebut: “Pertanyaan di atas menyangkut ‘nasib’ terjemahan yang kita miliki. Apakah Alkitab yang kita miliki –yang merupakan terjemahan itu—bisa berlaku sepanjang segala abad sehingga tidak setiap saat kita harus ganti dan beli yang baru? Sayang sekali, jawabannya negatif. Alkitab kita tidak bisa berlaku untuk selama-lamanya. (Lihat: V. Indra Sanjaya Pr., Tentang Alkitab, Yogyakarta: Kanisius, 2003, hlm. 41. Lihat juga: Christopher D. Hudson, Carol Smith dan Valerie Weidemann, Buku Pintar Alkitab: Cara Terlengkap, Termudah, dan Menyenangkan untuk Memahami Firman Allah, terj. Michael Wong, Jakarta: PT. Bethlehem Publisher, 2008).

Belum lagi Kristen Katolik dan Kristen berbeda pendapat tentang jumlah kitab suci. Sehingga muncullah istilah “Apokripa” (Injil-injil rahasia). (Lihat lebih detil: Deshi Ramadhani, sj, Menguak Injil-injil Rahasia, Yogyakarta: Kanisius, 2007). Maka wajar sekali jika mereka “stress” dan kecewa dengan Kitab Suci mereka sendiri. Sehingga, pada tahun 1927, Alphonse Mingana, pendeta Kristen asal Iraq, orientalis dan mantan guru besar di Universitas Birmingham, Inggris, mengumumkan bahwa “sudah tiba saatnya sekarang untuk melakukan studi kritis terhadap teks Al-Quran sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab suci Yahudi yang berbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani (The time has surely come to subject the text of the Kur’an to the same criticism as that to which we subject the Hebrew and Aramaic of the Jewish Bible, and the Greek of the Christian scriptures)” (Lihat: Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta: GIP, 2008, hlm. 3).

Mereka menyadari bahwa kitab suci mereka tidak lagi “asli”. Sehingga, atas dasar kebencian terhadap autentisitas dan orisinilitas Al-Quran mereka mencoba untuk meruntuhkan keagungannya lewat berbagai cara. (Lihat kajian kritis tentang usaha misionaris-orientalis dalam mengobok-obok Islam dan Al-Quran: Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Quran: Kajian Kritis, Jakarta: GIP, 2005).

Bahkan, untuk menolak kenabian (nubuwwah) Nabi Muhammad s.a.w. mereka berani melakukan manipulasi dan memutarbalikan ayat-ayat Bible yang meramalkan kehadirannya sebagai “nabi pamungkas”. (Lihat: Prof. David Benjamin Keldani (Abdul Ahad Dawud), Menguak Misteri Muhammad s.a.w., Jakarta: Sahara Intisains, 2006).

Bagaimanapun Al-Quran akan tetap “agung” dan “berdiri tegar” di depan para penghujat dan para musuhnya. Pintu tantangan dari Al-Quran masih terbuka lebar bagi siapa yang ingin ‘menguji’ kebenaran dan keabsahan The Last Testament ini. Allah pun telah berjanji untuk senantiasa menjaga dan memelihara wahyu terakhir-Nya ini,

“Sesungguhnya, Kamilah yang menurunkan al-Dzikra (Al-Quran) ini. Dan Kami pulalah yang memelihara (menjaga)nya.” (QS. Al-Hijr [15]: 9). Inilah yang membuat mereka “putus asa” dari keagungan Islam. “Pada hari ini orang-orang kafir telah berputus asa untuk (mengalahkan) agama kalian. Sebab itu janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 3).

Meski demikian, upaya “injilisasi” secara halus terhadap umat Islam –baik terang-terangan atau rahasia— tidaklah sesuatu yang boleh diabaikan. Bahkan tetap harus diwaspadai. Wallahu a‘lamu bi al-shawab. [Qosim Nursheha Dzulhadi, penulis adalah peminat Studi Al-Quran- Hadits dan Kristologi. Penulis tinggal di Medan]

Waspadai “Injilisasi” Umat Islam 1

Upaya banyak pihak melakukan "injilisasi" terhadap Islam sudah dilakukan sejak lama. Kamus al-Munjid, rujukan pesantren pun tak terlepas dari usaha itu [bagian 1]

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani “tidak akan pernah” ridha (membiarkan engkau bebas bergerak menjalankan aqidah dan rutinitas agamamu) sampai engkau mengikuti ‘millah’ mereka” [QS. Al-Baqarah [2]: 121]


Pada tahun 1930, seorang missionaris, Samuel Zweimer pada Konferensi Misionaris di Kota Yerussalem menyatakan: “Misi kolonialisme dan misionaris terhadap Islam bukanlah menghancurkan kaum Muslimin. Namun mengeluarkan seorang Muslim dari Islam, agar dia menjadi orang Muslim yang tidak berakhlak. Dengan begitu akan membuka pintu bagi kemenangan imperialis di negeri-negeri Islam.”

Samuel Zweimer yang juga orientalis-Yahudi ini bahkan mendirikan “Jurnal the Muslim World”. Tapi jangan keliru. Isinya bukan untuk membela Islam. Sebaliknya, ia ingin melemahkannya.

Pada tahun 1978 di Colorado, tepatnya di Green Area, Amerika Serikat (AS) seluruh pendeta dunia berkumpul untuk membicarakan strategi melumpuhkan umat Islam. Salah satu caranya adalah “pengiriman roh jahat” ke dalam jiwa orang-orang Islam. Karena mereka meyakini bahwa Yesus Kristus –sebagaimana tercatat dalam Injil—mampu mengusir “roh jahat”. Maka banyak terjadi kaum Muslim yang “kesurupan” tiba-tiba, bahkan ada yang sampai menyebut nama Yesus Kristus –ini pernah terjadi kepada seorang teman penulis sendiri.

Fenomena dan fakta di atas menegaskan bahwa firman Allah dalam QS. 2: 121 itu adalah “benar”. Di mana-mana umat Islam dirongrong dan diincar aqidahnya. ‘Pencurian’ dan ‘penjambretan’ aqidah terjadi dimana-mana. Bahkan, orang Yahudi-Kristen tidak segan-segan untuk melakukan tindakan amoral, hanya untuk mengeluarkan seorang Muslim (Muslimah) dari aqidah dan agamanya. Isu “Germil” (Gerakan Hamilisasi) bukan hanya isapan jempol belaka. Kasus-kasus semacam itu semakin meyakinkan dan menyadarkan umat Islam bahwa mereka harus ekstra hati-hati dan waspada dalam menjaga dan memelihara aqidahnya.

Sebelumnya, isu adanya Injil berbahasa Arab sempat membuat heboh umat Islam. Abu Sangkan dalam bukunya Energi Cahaya Ilahi (2007) mencatat bahwa awalnya, seorang dai internasional yang berasal dari Afrika bernama Ahmad Deedat beberapa kali tampil di layar televisi Eropa dan Amerika. Beliau berdebat secara terbuka dengan para pastor. Hasilnya sempat mencengangkan jutaan umat manusia di dunia, mereka menjadi mengerti bahwa Al-Quran sesuai dengan logika kebenaran, sementara kesalahan-kesalahan dan kontradiksi dalam Injil semakin terungkap.

Seorang pastor yang terlibat dalam debat tersebut, ketika cermin debat telah berlalu, ia mengatakan, “Kamu wahai umat Islam, berbahagialah dengan Al-Quran yang kamu miliki. Kami mengakui gaya bahasanya memang tinggi, rapi, dan mempunyai daya pikat tersendiri. Sedangkan Injil kami ditulis dengan gaya bahasa yang lemah tanpa pesona. Tetapi tunggulah sebentar lagi, kami akan menyusun kembali penulisan Injil seperti bentuk Al-Quran mu. Pada saat itu seorang Muslim yang awam tak akan dapat lagi mengklaim bahwa Injil kami lebih rendah kedudukannya dalam bahasa dan makna.”

Selang beberapa hari kemudian setelah pastor berkata demikian, di luar dugaan sebuah tim khusus telah merampungkan “proyek besar” tersebut. Oleh karena itu, Rabithah Al-‘Alam Al-Islami kala itu berseru mengingatkan umat Islam agar hati-hati terhadap buku yang diterbitkan oleh pihak Kristen di Cyprus dengan judul Shirathul Masih bi Lisanin ‘Arabiyyin Fasih (Perjalanan Al-Masih dengan Bahasa Arab Fasih).

Injil dalam format baru ini disarikan dari beberapa Injil yang ada, yaitu: Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Ciri-ciri Injil tersebut persis seperti format Al-Quran, baik penjilidannya maupun urutan-urutannya. Bagi orang awam Injil tersebut akan dianggapnya Al-Quran, karena setiap pasal diletakkan dalam bingkai yang dihiasi ornamen sebagaimana yang ada dalam bentuk Al-Quran. Begitu pula letak setiap nama surat. Lebih parahnya lagi, mereka menggunakan kalimah Bismillahirrahmanirrahim pada setiap pasal surat (awalnya). Padahal, kata tersebut hanya ada dalam Kitab Suci umat Islam.

Buku itu mereka kelompokkan dalam pasal demi pasal sebanyak 30 bab. Hal tersebut mereka lakukan dengan tujuan untuk menyamai Al-Quran yang terdiri dari 30 juz. Untuk memisahkan kalimat demi kalimat, mereka pergunakan penomoran sebagaimana ayat dalam Al-Quran. Bahkan dipergunakan pula penulisan waqaf (tanda berhenti), dan gaya tulisannya pun persis tulisan Khat Utsmani seperti yang ada dalam Al-Quran. (Lihat: Abu Sangkan, Energi Cahaya Ilahi: Aktualisasi Spirit Shalat Khusyuk dalam Kehidupan Nyata, 2007, hlm. 35-36 & 38).

Harus diakui bahwa “Injilisasi” terhadap umat Islam terus gencar dilakukan. Bahkan sejak tahun 90-an, usaha-usaha semacam itu semakin drastis. Dr. Anis Shoros, salah seorang Kristen Arab yang pernah menjadi lawan debat Ahmad Deedat, pernah menulis satu buku yang menyerupai Al-Quran dengan judul The True Furqan (Al-Furqan al-Haq).

Buku ini juga sempat membuat gempar dan heboh umat Islam. Betapa tidak! Dia diformat mirip Al-Quran. Bahkan, salah satu nama suratnya adalah surat al-Zina (Surah Perzinaan). Surat itu berbicara tentang dibolehkannya praktet perzinaan. Sebelum The True Furqan nya Shoros, sudah beredar juga lima surat palsu. Diantaranya: Surah Al-Muslimun, Al-Washaya, Al -Iman, Al-Tasajjud ,dll.

Contoh Kamus al-Munjid
Kamus Al-Munjid ternyata disusun pendeta Louis Ma’luf
Apa yang mereka usahakan adalah perpanjangan dari usaha Musailamah al-Kadzdzab. Musailamah sempat membuat beberapa surat tandingan terhadap Al-Quran, seperti: Surah al-Difda‘ (Surat Katak), Surah al-Fiil (Surat Gajah) dan surah tentang wanita hamil (al-Hubla). Sayangnya, semuanya gugur di depan kemukjizatan Kitabullah, Al-Quran Al-Karim.

Salah satu kamus terkenal dan menjadi salah satu rujukan di berbagai pondok pesantren, Kamus al-Munjid, juga tak terlepas dari usaha “Injilisasi”. Maklum saja, karena penulisnya, Louis Ma’luf adalah seorang Kristen. Bahkan, cetakan ke-14 dicetak oleh percetakan Katolik (al-Mathba‘ah al-Katsulikiyyah).

Sebagai contoh, al-Munjid mencatat tentang Adam: Dalam kamus itu ditulis, bahwa setelah turunnya Adam dan Hawa akan dijanjikan sang “juru selamat.” Sesuatu yang sangat bertolak bekalang dalam Islam.

“Huwa al-Insan al-awwal wa Abu al-jins al-basyariy. Khalaqahullahu ‘ala shuratihi wa wadha‘ahu fi Firdausi ‘Adn wa khalaqa Hawwa’ min dhal‘ihi wa ja‘alaha imra’atahu. Wa ‘asha Adam wa Hawwa’ awamira Allahi fa thuridaa min jannah al-firdaus, wa lakinnahuma wa‘adaa bimukhallishin huwa Al-Masih.” (Adam adalah manusia pertama dan nenek moyang jenis manusia. Dia diciptakan oleh Allah menurut bentuk-Nya dan menempatkannya di Firdaus Eden. Dan Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuknya (Adam) dan menjadikannya sebagai istrinya. Kemudian Adam dan Hawa melanggar perintah-perintah Allah, sehingga mereka diusir dari Firdaus. Tetapi, mereka menjanjikan seorang ‘juru selamat’; Kristus). (Lihat, al-Munjid, cet. XXI, 1973, hlm. 31, dalam entri alif bagian al-A‘lam).

Adam dalam Al-Quran memang bermaksiat (tidak menaati perintah) kepada Allah. Tetapi dia langsung bertobat kepada Allah, dan tobatnya diterima (Qs. Al-Baqarah [2]: 37). Dia tidak ada menjanjikan seorang “juru selamat”, yaitu Yesus Kristus, seperti yang dicatat oleh al-Munjid.

Tentang nabi Nuh a.s. al-Munjid juga mencatat, “Min aqdami rijal al-Tawrah. Naja wa ahlu baytihi min al-thufan wa tasalsala minhu al-jins al-basyariy al-jadid” (Nuh adalah salah seorang tokoh lama (klasik, terdahulu) Taurat. Dia dan keluarganya selamat dari “banjir bah” dan darinya lahir keturunan jenis manusia yang baru). (ibid., hlm. 579). Tentu saja ini bertentangan dengan teks Al-Quran yang menyatakan istri dan anaknya tidak selamat. Karena istrinya dan anaknya durhaka dan tidak mau menaati perintah suaminya (Lihat analisis menarik tentang ini: Ibnu Sahid as-Sundy, Duri di Ranjang Nabi: Kisah Kedurhakaan Istri Nabi Nuh dan Luth a.s., Yogyakarta: Media Insani, 2007).

Dan ketika menjelaskan tentang Nabi Muhammad s.a.w., al-Munjid mencatat: “Muhammad (570-632 M/11 H): al-nabiyyu al-‘arabiyyu. Da‘a ila al-Islam...” (Muhammad (570-632 M/11 H): seorang Nabi Arab, yang menyeru kepada Islam...). (ibid., hlm. 522).

Nabi Muhammad s.a.w. itu ia sebuat bukan “nabi Islam”, melainkan “Nabi orang Arab”. Dan masih banyak lagi contoh-contoh yang perlu mendapat perhatian banyak kalangan.

Boleh jadi, ini bentuk lain dari “injilasiasi” secara halus. Mungkin sudah saatnya, pondok-pondok pesantren untuk menggunakan kamus-kamus yang Islami, seperti Lisan al-‘Arab karya Ibnu Manzhur. Atau al-Qamus al-Muhith, Mukhtar al-Shihhâh; al-Mu‘jam al-Wasith, dll. Bahkan, contoh-contoh yang ada di dalam kamus-kamus tersebut sangat Islami, karena pengarangnya adalah Muslim dan memiliki keilmuan Islam yang sangat luas. [Qosim Nursheha Dzulhadi, penulis adalah peminat Studi Al-Quran- Hadits dan Kristologi. Penulis tinggal di Medan/www.hidayatullah.com] berlanjut….

Jumat, 16 Mei 2008

Jin , Iblis dan Setan 3

Penggambaran Tentang Jin

Al-jinnu berasal dari kata janna syai`un yajunnuhu yang bermakna satarahu (menutupi sesuatu). Maka segala sesuatu yang tertutup berarti tersembunyi. Jadi, jin itu disebut dengan jin karena keadaannya yang tersembunyi.
Jin memiliki roh dan jasad. Dalam hal ini, Syaikhuna Muqbil bin Hadi rahimahullahu mengatakan: “Jin memiliki roh dan jasad. Hanya saja mereka dapat berubah-ubah bentuk dan menyerupai sosok tertentu, serta mereka bisa masuk dari tempat manapun. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar menutup pintu-pintu sembari beliau mengatakan: ‘Sesungguhnya setan tidak dapat membuka yang tertutup’. Beliau memerintahkan agar kita menutup bejana-bejana dan menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta'ala atasnya. Demikian pula bila seseorang masuk ke rumahnya kemudian membaca bismillah, maka setan mengatakan: ‘Tidak ada kesempatan menginap’. Jika seseorang makan dan mengucapkan bismillah, maka setan berkata: ‘Tidak ada kesempatan menginap dan bersantap malam’.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)

Jin bisa berujud seperti manusia dan binatang. Dapat berupa ular dan kalajengking, juga dalam wujud unta, sapi, kambing, kuda, bighal, keledai dan juga burung. Serta bisa berujud Bani Adam seperti waktu setan mendatangi kaum musyrikin dalam bentuk Suraqah bin Malik kala mereka hendak pergi menuju Badr. Mereka dapat berubah-ubah dalam bentuk yang banyak, seperti anjing hitam atau juga kucing hitam. Karena warna hitam itu lebih signifikan bagi kekuatan setan dan mempunyai kekuatan panas. (Idhahu Ad-Dilalah, hal. 19 dan 23)
Kaum jin memiliki tempat tinggal yang berbeda-beda. Jin yang shalih bertempat tinggal di masjid dan tempat-tempat yang baik. Sedangkan jin yang jahat dan merusak, mereka tinggal di kamar mandi dan tempat-tempat yang kotor. (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Tulang dan kotoran hewan adalah makanan jin. Di dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Abu Hurairah radhiallahu 'anhu:

ابْغِنِي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا وَلاَ تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ. فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ أَحْمَلُهَا فِي طَرَفِ ثَوْبِي حَتَّى وَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ ثُمَّ انْصَرَفْتُ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مَشَيْتُ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْعَظْمِ وَالرَّوْثَةِ؟ قَالَ: هُمَا مِنْ طَعَامِ الْجِنِّ وَإِنَّهُ أَتَانِي وَفْدُ جِنِّ نَصِيْبِيْنَ وَنِعْمَ الْجِنُّ فَسَأَلُوْنِي الزَّادَ فَدَعَوْتُ اللهَ لَهُمْ أَنْ لاَ يَمُرُّوا بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ إِلاَّ وَجَدُوا عَلَيْهَا طَعَامًا


“Carikan beberapa buah batu untuk kugunakan bersuci dan janganlah engkau carikan tulang dan kotoran hewan.” Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata: “Aku pun membawakan untuknya beberapa buah batu dan kusimpan di sampingnya. Lalu aku menjauh hingga beliau menyelesaikan hajatnya.”
Aku bertanya: “Ada apa dengan tulang dan kotoran hewan?”
Beliau menjawab: “Keduanya termasuk makanan jin. Aku pernah didatangi rombongan utusan jin dari Nashibin, dan mereka adalah sebaik-baik jin. Mereka meminta bekal kepadaku. Maka aku berdoa kepada Allah untuk mereka agar tidaklah mereka melewati tulang dan kotoran melainkan mereka mendapatkan makanan.” (HR. Al-Bukhari no. 3860 dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, dalam riwayat Muslim disebutkan: “Semua tulang yang disebutkan nama Allah padanya”, ed)


Gambaran Tentang Iblis dan Setan

Iblis adalah wazan dari fi’il, diambil dari asal kata al-iblaas yang bermakna at-tai`as (putus asa) dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Mereka adalah musuh nomer wahid bagi manusia, musuh bagi Adam dan keturunannya. Dengan kesombongan dan analoginya yang rusak serta kedustaannya, mereka berani menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala saat mereka enggan untuk sujud kepada Adam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur, dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 34)
Malah dengan analoginya yang menyesatkan, Iblis menjawab:

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ

“Aku lebih baik darinya: Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (Al-A’raf: 12)

Analogi atau qiyas Iblis ini adalah qiyas yang paling rusak. Qiyas ini adalah qiyas batil karena bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menyuruhnya untuk sujud. Sedangkan qiyas jika berlawanan dengan nash, maka ia menjadi batil karena maksud dari qiyas itu adalah menetapkan hukum yang tidak ada padanya nash, mendekatkan sejumlah perkara kepada yang ada nashnya, sehingga keberadaannya menjadi pengikut bagi nash.
Bila qiyas itu berlawanan dengan nash dan tetap digunakan/ diakui, maka konsekuensinya akan menggugurkan nash. Dan inilah qiyas yang paling jelek!
Sumpah mereka untuk menggoda Bani Adam terus berlangsung sampai hari kiamat setelah mereka berhasil menggoda Abul Basyar (bapak manusia) Adam dan vonis sesat dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan kita dengan firman-Nya:

يَابَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِيْنَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. Ia menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Al-A’raf: 27)
Karena setan sebagai musuh kita, maka kita diperintahkan untuk menjadi musuh setan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُوْنُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيْرِ

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuhmu, karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً

“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku, sedangkan mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi: 50)

Semoga kita semua terlindung dari godaan-godaannya. Wal ’ilmu ’indallah.

Jin , Iblis dan Setan 2

Siapakah Iblis?

Terjadi perbedaan pendapat dalam hal asal-usul iblis, apakah berasal dari malaikat atau dari jin.
Pendapat pertama menyatakan bahwa iblis berasal dari jenis jin. Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu. Beliau menyatakan: “Iblis tidak pernah menjadi golongan malaikat sekejap matapun sama sekali. Dan dia benar-benar asal-usul jin, sebagaimana Adam adalah asal-usul manusia.” (Diriwayatkan Ibnu Jarir dalam tafsir surat Al-Kahfi ayat 50, dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya)
Pendapat ini pula yang tampaknya dikuatkan oleh Ibnu Katsir, Al-Jashshash dalam kitabnya Ahkamul Qur‘an (3/215), dan Asy-Syinqithi dalam kitabnya Adhwa`ul Bayan (4/120). Penjelasan tentang dalil pendapat ini beliau sebutkan dalam kitab tersebut. Secara ringkas, dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Kema’shuman malaikat dari perbuatan kufur yang dilakukan iblis, sebagaimana firman Allah:

لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“…yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)


لاَ يَسْبِقُوْنَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُوْنَ

“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan, dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (Al-Anbiya`: 27)

2. Dzahir surat Al-Kahfi ayat 50

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, lalu ia mendurhakai perintah Rabbnya.”

Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa iblis dari jin, dan jin bukanlah malaikat. Ulama yang memegang pendapat ini menyatakan: “Ini adalah nash Al-Qur`an yang tegas dalam masalah yang diperselisihkan ini.” Beliau juga menyatakan: “Dan hujjah yang paling kuat dalam masalah ini adalah hujjah mereka yang berpendapat bahwa iblis bukan dari malaikat.”
Adapun pendapat kedua yang menyatakan bahwa iblis dari malaikat, menurut Al-Qurthubi, adalah pendapat jumhur ulama termasuk Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma. Alasannya adalah firman Allah:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 34)

Juga ada alasan-alasan lain berupa beberapa riwayat Israiliyat.
Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama, insya Allah, karena kuatnya dalil mereka dari ayat-ayat yang jelas.
Adapun alasan pendapat kedua (yakni surat Al-Baqarah ayat 34), sebenarnya ayat tersebut tidak menunjukkan bahwa iblis dari malaikat. Karena susunan kalimat tersebut adalah susunan istitsna` munqathi’ (yaitu yang dikecualikan tidaklah termasuk jenis yang disebutkan).
Adapun cerita-cerita asal-usul iblis, itu adalah cerita Israiliyat. Ibnu Katsir menyatakan: “Dan dalam masalah ini (asal-usul iblis), banyak yang diriwayatkan dari ulama salaf. Namun mayoritasnya adalah Israiliyat (cerita-cerita dari Bani Israil) yang (sesungguhnya) dinukilkan untuk dikaji –wallahu a’lam–, Allah lebih tahu tentang keadaan mayoritas cerita itu. Dan di antaranya ada yang dipastikan dusta, karena menyelisihi kebenaran yang ada di tangan kita. Dan apa yang ada di dalam Al-Qur`an sudah memadai dari yang selainnya dari berita-berita itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/94)
Asy-Syinqithi menyatakan: “Apa yang disebutkan para ahli tafsir dari sekelompok ulama salaf, seperti Ibnu ‘Abbas dan selainnya, bahwa dahulu iblis termasuk pembesar malaikat, penjaga surga, mengurusi urusan dunia, dan namanya adalah ‘Azazil, ini semua adalah cerita Israiliyat yang tidak bisa dijadikan landasan.” (Adhwa`ul Bayan, 4/120-121)

Siapakah Setan?

Setan atau Syaithan (شَيْطَانٌ) dalam bahasa Arab diambil dari kata (شَطَنَ) yang berarti jauh. Ada pula yang mengatakan bahwa itu dari kata (شَاطَ) yang berarti terbakar atau batal. Pendapat yang pertama lebih kuat menurut Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir, sehingga kata Syaithan artinya yang jauh dari kebenaran atau dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala (Al-Misbahul Munir, hal. 313).
Ibnu Jarir menyatakan, syaithan dalam bahasa Arab adalah setiap yang durhaka dari jin, manusia atau hewan, atau dari segala sesuatu.
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)

(Dalam ayat ini) Allah menjadikan setan dari jenis manusia, seperti halnya setan dari jenis jin. Dan hanyalah setiap yang durhaka disebut setan, karena akhlak dan perbuatannya menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk yang sejenisnya, dan karena jauhnya dari kebaikan. (Tafsir Ibnu Jarir, 1/49)
Ibnu Katsir menyatakan bahwa syaithan adalah semua yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekan (Tafsir Ibnu Katsir, 2/127). Lihat juga Al-Qamus Al-Muhith (hal. 1071).
Yang mendukung pendapat ini adalah surat Al-An’am ayat 112:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)

Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu, ia berkata: Aku datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau berada di masjid. Akupun duduk. Dan beliau menyatakan: “Wahai Abu Dzar apakah kamu sudah shalat?” Aku jawab: “Belum.” Beliau mengatakan: “Bangkit dan shalatlah.” Akupun bangkit dan shalat, lalu aku duduk. Beliau berkata: “Wahai Abu Dzar, berlindunglah kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan jin.” Abu Dzar berkata: “Wahai Rasulullah, apakah di kalangan manusia ada setan?” Beliau menjawab: “Ya.”
Ibnu Katsir menyatakan setelah menyebutkan beberapa sanad hadits ini: “Inilah jalan-jalan hadits ini. Dan semua jalan-jalan hadits tersebut menunjukkan kuatnya hadits itu dan keshahihannya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/172)
Yang mendukung pendapat ini juga hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam riwayat Muslim:

الْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ شَيْطَانٌ

“Anjing hitam adalah setan.”
Ibnu Katsir menyatakan: “Maknanya –wallahu a’lam– yaitu setan dari jenis anjing.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)
Ini adalah pendapat Qatadah, Mujahid dan yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, Asy-Syaukani dan Asy-Syinqithi.
Dalam masalah ini ada tafsir lain terhadap ayat itu, tapi itu adalah pendapat yang lemah. (ed)
Ketika membicarakan tentang setan dan tekadnya dalam menyesatkan manusia, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قَالَ أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ. قَالَ إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِيْنَ. قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِيْنَ


“Iblis menjawab: ‘Beri tangguhlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan’, Allah berfirman: ‘Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.’ Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukumiku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 14-17)
Setan adalah turunan Iblis, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً

“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi: 50)
Turunan-turunan Iblis yang dimaksud dalam ayat ini adalah setan-setan. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 453)

Jin , Iblis dan Setan 1

     Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengutus nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan risalah yang umum dan menyeluruh. Tidak hanya untuk kalangan Arab saja namun juga untuk selain Arab. Tidak khusus bagi kaumnya saja, namun bagi umat seluruhnya. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutusnya kepada segenap Ats-Tsaqalain: jin dan manusia.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


“Katakanlah: `Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.” (Al-A’raf: 158)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


“Adalah para nabi itu diutus kepada kaumnya sedang aku diutus kepada seluruh manusia.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhuma)

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:

“Dan ingatlah ketika Kami hadapkan sekumpulan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur`an. Maka ketika mereka menghadiri pembacaannya lalu mereka berkata: `Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)’. Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: `Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur`an) yang telah diturunkan setelah Musa, yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Wahai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak akan lepas dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata’.” (Al-Ahqaf: 29-32)


Jin Diciptakan Sebelum Manusia
Tak ada satupun dari golongan kaum muslimin yang mengingkari keberadaan jin. Demikian pula mayoritas kaum kuffar meyakini keberadaannya. Ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani pun mengakui eksistensinya sebagaimana pengakuan kaum muslimin, meski ada sebagian kecil dari mereka yang mengingkarinya. Sebagaimana ada pula di antara kaum muslimin yang mengingkarinya yakni dari kalangan orang bodoh dan sebagian Mu’tazilah.
Jelasnya, keberadaan jin merupakan hal yang tak dapat disangkal lagi mengingat pemberitaan dari para nabi sudah sangat mutawatir dan diketahui orang banyak. Secara pasti, kaum jin adalah makhluk hidup, berakal dan mereka melakukan segala sesuatu dengan kehendak. Bahkan mereka dibebani perintah dan larangan, hanya saja mereka tidak memiliki sifat dan tabiat seperti yang ada pada manusia atau selainnya. (Idhahu Ad-Dilalah fi ’Umumi Ar-Risalah hal. 1, lihat Majmu’ul Fatawa, 19/9)
Anehnya orang-orang filsafat masih mengingkari keberadaan jin. Dan dalam hal inipun Muhammad Rasyid Ridha telah keliru. Dia mengatakan: “Sesungguhnya jin itu hanyalah ungkapan/ gambaran tentang bakteri-bakteri. Karena ia tidak dapat dilihat kecuali dengan perantara mikroskop.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah minal Jin oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu)
Jin lebih dahulu diciptakan daripada manusia sebagaimana dikabarkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya:

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 26-27)

Karena jin lebih dulu ada, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mendahulukan penyebutannya daripada manusia ketika menjelaskan bahwa mereka diperintah untuk beribadah seperti halnya manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)


Jin, Setan, dan Iblis
Kalimat jin, setan, ataupun juga Iblis seringkali disebutkan dalam Al-Qur`an, bahkan mayoritas kita pun sudah tidak asing lagi mendengarnya. Sehingga eksistensinya sebagai makhluk Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak lagi diragukan, berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah serta ijma’ ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Tinggal persoalannya, apakah jin, setan, dan Iblis itu tiga makhluk yang berbeda dengan penciptaan yang berbeda, ataukah mereka itu bermula dari satu asal atau termasuk golongan para malaikat?
Yang pasti, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menerangkan asal-muasal penciptaan jin dengan firman-Nya:

“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 27)
Juga firman-Nya:


“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (Ar-Rahman: 15)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


“Para malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan kepada kalian.” (HR. Muslim no. 2996 dari ’Aisyah radhiallahu 'anha)
Adapun Iblis, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentangnya:


“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin…” (Al-Kahfi: 50)

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Iblis mengkhianati asal penciptaannya, karena dia sesungguhnya diciptakan dari nyala api, sedangkan asal penciptaan malaikat adalah dari cahaya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan di sini bahwa Iblis berasal dari kalangan jin, dalam arti dia diciptakan dari api. Al-Hasan Al-Bashri berkata: ‘Iblis tidak termasuk malaikat sedikitpun. Iblis merupakan asal mula jin, sebagaimana Adam sebagai asal mula manusia’.” (Tafsir Al-Qur`anul ’Azhim, 3/94)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu mengatakan: “Iblis adalah abul jin (bapak para jin).” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 406 dan 793)
Sedangkan setan, mereka adalah kalangan jin yang durhaka. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu pernah ditanya tentang perbedaan jin dan setan, beliau menjawab: “Jin itu meliputi setan, namun ada juga yang shalih. Setan diciptakan untuk memalingkan manusia dan menyesatkannya. Adapun yang shalih, mereka berpegang teguh dengan agamanya, memiliki masjid-masjid dan melakukan shalat sebatas yang mereka ketahui ilmunya. Hanya saja mayoritas mereka itu bodoh.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)

Kamis, 15 Mei 2008

Ketika Yesus Jadi Tuhan! Kota Nicea Menjadi Saksi

        Konsili Nicea 325 Masehi Pada abad ini pertikaian paham sangat sengit membakar Gereja. Arius, uskup dari Aleksandria, menolak ketuhanan Yesus yang menimbulkan kemarahan sebagian besar orang-orang Kristen. Akhirnya kaisar Konstantine menyelenggarakan konsili di Nicea tahun 325 Masehi. 1800 orang yang diundang untuk hadir dalam konsili ini terdiri atas, 1000 orang yang berasal dari Gereja Timur dan 800 dari Gereja Barat. 22 orang rombongan Arius yang dipimpin oleh Eusebius of Nicomedia, semuanya diusir dari forum.
Sehingga secara keseluruhan Konstantine telah mengusir keluar sekitar 1482 uskup dan hanya 318 yang diijinkan mengikuti hingga akhir. (Dr. Henery Stbble, An Account of the Rise and Progress of Mohametanism, 1954, hal.44-45, Holy Blood Holy Grail hal.692, Arana-"Holocaust Theology").

   Dari 318 suara tersebut hanya 2 suara yang mendukung Arius. Konsili pertama yang dilaksanakan pada tanggal 20 Mei sampai 25 Juni diakhiri dengan ketokan palu yang mengesahkan Kredo Misterius, yang juga dikenal sebagai Kredo Nicea. Kredo Nicea yang sekarang bukanlah rumusan yang disepakati pada konsili Nicea dulu, tetapi sudah diperluas dan dimodifikasi. (Prof. Percy Gardner, English Modernism,-Apendiks I, hal.223).

     Yang paling penting dari semuanya, keputusan Konsili Nicea diambil dengan cara pengambilan suara, bahwa Yesus seorang Tuhan bukan sekedar nabi yang bisa wafat. (Holy Blood Holy Grail, hal.472) Konsili Nicea menjatuhkan hukuman pengucilan Arius dan uskup lainnya yang ikut dalam konsili tetapi menolak doktrin Trinitas. Tulisan-tulisan Arius dibakar dan akan memasukkan ke penjara bagi siapa saja yang kedapatan memiliki tulisannya. (Edward Gibbon, Decline and Fall of Roman Empire, vol.2, hal.693).

     Pada konsili tersebut Yesus dinyatakan sebagai, "Tuhan dari segala Tuhan, Cahaya dari segala Cahaya, Maha Tuhan dari segala Maha Tuhan". (Hasting's Encyclopedia of Etnics & Religion, vol.4, hal.239). Lingkaran terpelajar masih berada di pihak Arius dan mereka telah dikekang dengan tangan besi. Dimasa itu popularitas Arius mencapai puncaknya, yang dibuktikan oleh Santo Jerome sebagai berikut : "Seluruh dunia merasa dan terheran-heran menemukan dirinya sebagai penganut Arius". (Wilfred W.Briggs, Introduction to the History of the Christian Church, hal.49) Will Durant menulis : "Perdebatan seru tentang doktrin Trinitas yang diperkenalkan oleh Athanasius tidak pernah berakhir dengan adanya konsili Nicea. Beberapa uskup masih berpihak pada Arius.
  
         Kelompok gereja yang masih loyal kepada Kredo Nicea disingkirkan dari Gereja; kadang kala disingkirkan oleh kekerasan massa; setengah abad Gereja mengikuti ajaran Arius dan meninggalkan ketuhanan Yesus. Setiap uskup memiliki faksi yang mendukungnya. Pertikaian antar faksi pecah menjadi kerusuhan berdarah, dan banyak yang terbunuh. (Will Durant, Age of Faith) Pemandangan kekerasan yang mengerikan dan pertempuran yang menelan ribuan jiwa, merupakan hal yang biasa selama periode ini.

Aleksandria, daerah tempat tinggal Arius, menjadi ladang pertikaian yang paling ganas. Gibbon mencatat, satu insiden kekerasan menelan korban "tiga ratus lima puluh jiwa". Mengenai kekejaman Gereja dalam masalah ini bahas lengkap dalam buku Edward Gibbon (pasal 21) Dimasa pemerintahan Konstantin, merupakan periode emas bagi Kristen karena mendapatkan kitab suci Bibel yang standar. Itu pun tidak bisa dikerjakan tanpa kontroversi yang dahsyat melalui konsili-konsili Gereja. Sebagaimana dicatat oleh Marjorie Bowen : "Kitab-kitab injil harus direvisi beberapa kali sebelum diterima, orang-orang yang dianggap sesat harus dihadapi, serta menyelenggarakan konsili di Nicea tahun 325 Masehi dan di Konstantinopel tahun 381 Masehi untuk merumuskan dogma dan keimanan agama Kristen." (Marjorie Bowen, The Church and Social Progress, hal.4-5) Konsili-konsili Konsili Konstantinopel, Tahun 381.
Theodosius I menyelenggarakan Konsili Konstantinopel untuk membahas lebih jauh tentang ketuhanan Yesus. Konsili ini berakhir dengan memberi penegasan pada Kredo Nicea. Konsili Efesus, Tahun 431. Konsili ini diselenggarakan untuk membahas pertanyaan apakah Maria (Ibu Yesus) manusia asli atau termasuk Tuhan.

       Pembahasan ini dilatarbelakangi karena sekte Maronite menyembah Maria sebagai "Ibu Tuhan" dan memasukkannya sebagai salah satu oknum trinitas pengganti "roh suci". Konsili ini mengutuk penyembahan terhadap Maria. Konsili Chalsedon, Tahun 451. Konsili ini membahas tentang teori Dua Kodrat Yesus. Konsili Konstantinopel, Tahun 553. Konsili diselenggrakan untuk memecahkan teka-teki kodrat Yesus tersebut. Konsili ini didominasi oleh uskup-uskup Gereja Timur, Gereja Barat menolak semua keputusan dari konsili ini. Pada abad ini diputuskannya Natal pada 25 Desember oleh Dionysius Exiguus, mengadopsi hari kelahiran anak dewa Matahari yang lahir pada hari Minggu, 25 Desember. Pada akhir abad ke-6 lahirlah Islam.
Kristen telah menyimpang demikian jauh dari ajaran aslinya (ajaran Yesus) bahkan Gereja Barat lebih banyak mengadopsi agama Pagan. Kristen mengalami kebusukan hingga akarnya.

      Ketegangan antara Gereja Timur dan Gereja Barat berangsur-angsur melemah. Gereja Timur hanya memiliki sedikit pengikut, sebagai akibat ribuan pemeluk Kristen beralih ke agama Islam. Dan hampir semua wilayah Mediterania berada dibawah pengaruh Islam. "Mungkin karena pengaruh secara tidak langsung dari agama baru Islam yang anti-musyrik, pada abad ke-8, tentara kaisar Isauria...menemukan sesuatu yang tidak disukainya pada peribadatan yang sudah lama berlaku dalam dunia Kristen yang berbau politheisme." (J.M Robertson, A Short History of Freethought, vol.1, hal.277) Selanjutnya untuk pertama kali dalam sejarah Kristen pada tahun 723 tradisi Pagan dalam tata cara kebaktian agama Kristen dilarang oleh Kaisar Leo melalui pengumuman, dan ia lebih condong pada ajaran monotheistik Islam. Bagaimanapun, larangan ini dicabut pada tahun 787 oleh Konsili ke-II di Nicea. (The Invacation of Saints and Adoration of Images, oleh Rev. W.P. Hares, hal 10-11).

     Pemilihan Kitab Injil disebarkan dari mulut ke mulut sehingga tradisi oral ini menghasilkan laporan yang berlainan satu dengan lain terhadap perkataan dan perbuatan Yesus. Ketika mereka berusaha mendokumentasikannya maka bertambahlah perbedaan-perbedaan akibat variasi verbal. Sarjana-sarjana Kristen mengakui fakta sejarah bahwa pada terdapat juga sejumlah Injil-injil yang lain, dan masing-masing gereja mempunyai versinya sendiri.
Sebagian sarjana mempercayai bahwa jumlah Injil-Injil tersebut mencapai 300 Injil (Holy Blood Holy Grail, hal.692). Tapi bagaimana yang yang terpilih hanya 4 saja ? Ke-empat Injil tersebut (Matius, Markus, Lukas & Yohanes) dipilih pada saat Konsili Nicea 325 Masehi. Konsili yang memperkenalkan konsep Trinitas untuk pertama kali. Sehingga pemilihan ke-4 Injil tersebut adalah penyesuaian terhadap Kredo yang dipaksakan. Maka semua Injil yang menceritakan tentang kemanusiaan Yesus harus di hancurkan. Teknis pemilihan Injil-Injil tersebut adalah, semua naskah Injil yang berbeda-beda diletakkan dibawah sebuah meja di ruang Konsili. Setiap orang diminta meninggalkan ruangan tersebut dan pintunya dikunci. Semua uskup diminta untuk berdoa sepanjang malam supaya versi Kitab yang benar akan berada di atas meja tersebut. Pada keesokan paginya, ke-4 Injil, Matius, Markus, Lukas dan Yohanes dengan "ajaib"nya telah berada diatas meja dengan rapi, sisanya berserakan dibawah meja. Sehingga diputuskan semua yang terletak dibawah meja haruslah dibakar. (Sex in the Bible, Wahyudi).

Kredo (syahadat) Nicea dalam bahasa Latin

Credo in unum Deum, Patrem Omnipotentem factorem caeli et terrae, visibilium omnium et invisibilium. Et in unum Dominum Iesum Christum, Filium Dei Unigenitum, Et ex Patre natum ante omnia saecula. Deum de Deo, lumen de lumine, Deum verum de Deo vero. Genitum, non factum, Consubstantialem Patri per quem omnia facta sunt. Qui propter nos homines et propter nostram salutem descendit de caelis. Et incarnatus est de Spiritu Sancto ex Maria virgine et homo factus est. Crucifixus etiam pro nobis sub Pontio Pilato, passus et sepultus est. Et resurrexit tertia die secundum Scripturas. et ascendit in caelum, sedet ad dexteram Patris. Et iterum venturus est cum gloria, iudicare vivos et mortuos, cuius regni non erit finis. Et in Spiritum Sanctum, Dominum et vivificantem, qui ex Patre (Filioque)* procedit. Qui cum Patre et Filio simul adoratur et conglorificatur: qui locutus est per prophetas. Et unam, sanctam, catholicam et apostolicam Ecclesiam. Confiteor unum baptisma in remissionem peccatorum. Et expecto resurrectionem mortuorum, et vitam venturi saeculi. Amen.

Kredo (syahadat) Nicea dalam Gereja Katholik & Protestan

Versi Katolik: Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang Maha Kuasa Pencipta langit dan bumi dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan. Dan akan Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang Tunggal, Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad. Allah dari Allah, terang dari terang. Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakekat dengan Bapa segala sesuatu dijadikan olehnya. Ia turun dari sorga untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita. dan Ia menjadi daging oleh Roh Kudus dari Perawan Maria dan menjadi manusia. Ia pun disalibkan untuk kita waktu Pontius Pilatus Ia wafat kesengsaraan dan dimakamkan. Pada hari ketiga Ia bangkit, menurut Kitab Suci. Ia naik ke sorga, duduk di sisi kanan Bapa Ia akan kembali dengan mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati; KerajaanNya takkan berakhir. Aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa (dan Putra)¹ Yang serta Bapa dan Putra, disembah dan dimuliakan. Ia bersabda dengan perantaraan para nabi Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik² dan apostolik. Aku mengakui satu pembaptisan akan penghapusan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati, dan kehidupan di akhirat. Amin.

Versi Protestan: Aku percaya kepada satu Allah, Bapa yang Maha Kuasa Pencipta langit dan bumi, segala sesuatu yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah yang Tunggal, yang lahir dari Sang Bapa sebelum ada segala zaman. Allah dari Allah, terang dari terang. Allah yang sejati dari Allah yang sejati, diperanakkan, bukan dibuat, sehakekat dengan Sang Bapa, yang dengan perantaraan-Nya, segala sesuatu dibuat; yang telah turun dari sorga untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita, dan menjadi daging oleh Roh Kudus dari anak dara Maria, dan menjadi manusia. yang disalibkan bagi kita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, menderita dan dikuburkan; yang bangkit pada hari ketiga, sesuai dengan isi Kitab-kitab, dan naik ke sorga; yang duduk di sebelah kanan Sang Bapa dan akan datang kembali dengan kemuliaan untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati; yang Kerajaan-Nya takkan berakhir. Aku percaya kepada Roh Kudus, yang menjadi Tuhan dan yang menghidupkan yang keluar dari Sang Bapa dan (Sang Anak)¹, yang bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak disembah dan dimuliakan, yang telah berfirman dengan perantaraan para nabi. Aku percaya satu Gereja yang kudus dan am² dan rasuli. Aku mengaku satu baptisan untuk pengampunan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati dan kehidupan di zaman yang akan datang. Amin.

Credo Nicea menolak ketuhanan Yesus

      
oleh: Daniel F Yesaya
       Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang Maha Kuasa Pencipta langit dan bumi dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan. Dan akan Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang Tunggal, Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad. Allah dari Allah, terang dari terang. Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakekat dengan Bapa segala sesuatu dijadikan olehnya. Ia turun dari sorga untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita. dan Ia menjadi daging oleh Roh Kudus dari Perawan Maria dan menjadi manusia. Ia pun disalibkan untuk kita waktu Pontius Pilatus Ia wafat kesengsaraan dan dimakamkan. Pada hari ketiga Ia bangkit, menurut Kitab Suci. Ia naik ke sorga, duduk di sisi kanan Bapa Ia akan kembali dengan mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati; KerajaanNya takkan berakhir. Aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa (dan Putra)¹ Yang serta Bapa dan Putra, disembah dan dimuliakan. Ia bersabda dengan perantaraan para nabi Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik² dan apostolik. Aku mengakui satu pembaptisan akan penghapusan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati, dan kehidupan di akhirat. Amin.

   Suatu kesalahan besar uamt Kristen adalah tidak mengerti benar tentang Konsili Nicea, serta rumusan Syahadat (Credo) yang diputuskan pada Konsili tersebut . Di dalam credo itu dikatakan bahwa Yesus adalah putra Allah, dilahirkan, sementara di sisi lain Yesus dikatakan sehakikat dengan Allah.

    Jika Yesus adalah putra atau jika Yesus diperanakkan oleh Allah maka Yesus tidak akan pernah sehakikat dengan Allah. Karena Yesus lahir dari Allah Bapa, maka itu berarti Yesus datang yang terkemudian dari Allah, sedangkan Allah adalah lebih dahulu ada.
Bila Allah Bapa tidak berbeda dengan Yesus, maka Yesus tidak dapat disebut diperanakkan oleh Bapa. Mengapa?? Karena Allah Bapa dan Putra itu sama-sama tidak bermulaan, tiada yang lebih dahulu dan tiada yang terkemudian wujudnya.

Agama Sebelum Rasulullah Diutus

            Ayah nabi Muhammad SAW adalah Abdullah, artinya Hamba Allah. Siapakah Allah yang dimaksud ? Bukankan sebelum Nabi diutus, bangsa Arab belum mengenal Islam ? Nabi Muhammad SAW juga berdo'a di Gua Hira'. Berdo'a kepada siapakah beliau ? Apa agama nabi Muhammad SAW sebelum beliau diangkat menjadi Rasul ?

Orang Arab sesungguhnya telah mengenal Allah SWT jauh sebelum kelahiran nabi Muhammad SAW. Sebab Al-Quran sendiri yang menegaskan bahwa musyrikin Arab itu kenal betul bahwa tuhan mereka adalah Allah SWT. Dalam salah satu ayat Al-Quran digambarkan bagaimana pengakuan orang Arab jahiyah terhadap keberadaan Allah SWT.

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (QS Al-Ankabut: 61)
Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah." Katakanlah, "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami (nya). (QS Al-Ankabut: 23)

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah." Katakanlah, "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS Luqman: 25)

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab, "Allah." Katakanlah, "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudaratan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah, "Cukuplah Allah bagiku." Kepada-Nya lah bertawakal orang-orang yang berserah diri. (QS Az-Zumar: 38)

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan mereka," niscaya mereka menjawab, "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (QS Az-Zukhruf: 87)
Dari lima ayat Al-Quran di atas yang menceritakan keyakinan
orang Arab musyrikin jahilyah, kita tahu bahwa mereka ternyata punya keyakinan tentang keberadaan Allah SWT. Bahkan bukan sekedar yakin atas keberadaan-Nya, mereka pun mengakui bahwa yang menciptakan langit dan bumi, memberikan rizki, menurunkan hujan, menundukkan matahari dan bulan adalah Allah SWT.

Lalu apa tugas nabi Muhammad SAW jika demikian?
Tugas beliau bukan mengenalkan keberadaan Allah SWT, sebab mereka sudah kenal Allah. Tigas beliau juga bukan untuk menerangkan bahwa Allah SWT adalah tuhan yang menciptakan langit dan bumi, sebab mereka sudah tahu. Tugas beliau adalah memastikan bahwa ketika mereka hanya menyembah Allah SWT saja yang Esa, tanpa adanya tuhan-tuhan lainnya yang disembah bersama-Nya. Sehingga motto dakwah beliau adalah: LAA ILAAHA ILLALLAH, yaitu tidak ada tuhan yang patut disembah dengan haq kecuali hanya Allah saja.

Walhasil, agama yang dibawa nabi Muhammad SAW memang mewajibkan penghancuran semua berhala, juga menafikan semua undang-undang, sistem, agama, ideologi dan peraturan yang bersumber dari selain Allah SWT. Seorang tidak dikatakan muslim sebelum dia mengakui tidak ada tuhan selain Allah, dan tidak ada hukum selain hukum yang Allah turunkan.

Adapun kenalnya orang Arab jahiliyah terhadap nama Allah SWT, karena dahulu ada nabi Ibrahim dan puteranya Ismail alaihimassalam di negeri itu. Bahkan mereka masih setia datang berhaji setiap tahun keliling baitullah. Mereka memang menyebut Ka'bah dengan istilah baitullah (rumah Allah). Bedanya, cara manasik haji mereka sudah jauh menyimpang. Misalnya, mereka thawaf keliling ka'bah dengan bersiul dan bertepuk sambil telanjang tanpa busana.

Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. (QS. Al-Anfal: 35)
Dalam Gua Hira

Di dalam gua Hira, Rasulullah SAW memang bukan berdoa dalam arti seperti kita sekarang ini. Sebab beliau memang belum mendapatkan penjelasan langsung dari Allah SWT tentang sosok-Nya. Juga belum ada tata aturan dalam cara beribadah dan berdoa kepada-Nya.

Sehingga yang beliau lakukan bukan berdoa, melainkan menyepi untuk melakukan tahannus. Beliau tentu tidak berkomat-kamit mengangkat tangan ke langit. Namun yang berliau lakukan adalah merenung, berpikir, melakukan evaluasi, serta berdialog dengan diri sendiri. Hingga kemudian Allah SWT berkenan berbicara kepada-Nya lewat perantaraan malaikat Jibril 'alaihissalam.

Namun perlu diketahui bahwa beliau sebagai orang Arab pun sudah tahu bahwa Allah SWT adalah tuhannya. Bahwa Allah SWT adalah tuhan yang menciptakan langit dan bumi, yang menurunkan hujan serta memberi rizki.

Kekurangan aqidah bangsa Arab jahiliyah ini bukan pada rububiyah-nya, melainkan pada uluhiyah-nya. Di mana mereka belum punya informasi apa pun tentang bagaimana bertauhid kepada Allah dan bagaimana cara beribadah kepada-Nya. Mereka baru sekedar tahu bahwa tuhan itu ada, namanya Allah dan Allah itu menciptakan mereka hingga memberi rizqi.
Kualitas mereka sedikit di bawah para ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang sudah kenal Allah dan juga mengenal adanya kitab-kitab suci yang turun dari langit yang berisi tata cara ibadah dan juga syariah. Mereka juga mengenal sistem kenabian yang berujud manusia yang mendapatkan wahyu dari langit sebagai hukum yang harus diterapkan.

Namun kesalahan fatal para ahli kitab itu ketika mereka tidak mau mengakui bahwa Allah SWT menjadikan Muhammad SAW sebagai Nabi dan ingkar kepada Al-Quran sebagai kitab suci yang terakhir. Kesalahan ini kemudian diperparah dengan sikap ambivalen mereka terhadap agama Islam. Bahkan pada akhirnya mereka malah memerangi dan hendak membunuh Rasulullah SAW.

Maka semua keyakinan mereka sebelumnya tentang Allah, kitab suci, para nabi dan hukum-hukum syariat yang turun kepada mereka, menjadi tidak ada gunanya lagi. Oleh Al-Quran, para ahli kitab ini diberi status sebagai orang kafir, meski mereka percaya keberadaan Allah, para nabi dan kitab-kitab suci. Hal itu karena mereka tidak mau mengakui Muhammad SAW sebagai nabi dan Al-Quran sebagai kitab suci.

Hanyalah neraka tempat bagi mereka yang tidak menjadikan Allah sebagai satu-satunya tuhan dan tidak mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

Kata ’Allah’ hanya milik Islam (Tanggapan atas tulisan ’Tuhan ada di mana-mana’)

           MENANGGAPI tulisan saudara M Najibur Rohman di Wawasan, Sabtu pahing, 5 Januari 2008 halaman 7 yang berjudul ”Tuhan ada di mana-mana”, saudara M Najibur Rohman membahas dan menanggapi tulisan surat kabar mingguan Katolik di Malaysia The Herald yang dilarang menggunakan kata ”Allah”. Saudara M Najibur Rohman menganggap bahwa pelarangan tersebut sebagai sikap pemaksaan mayoritas (muslim) atas minoritas (agama lain-dalam hal ini Katolik dan Kristen), selain merupakan bentuk pengekangan kebebasan beragama.

            Sebagai seorang Kristen yang memimpin jemaat, saya justru berpikir sebaliknya. Masalah pelarangan penggunaan kata ”Allah” jika ditinjau dari sudut arkeologis, historis, dan kaidah penerjemahan bahasa, bukan merupakan suatu bentuk pengekangan ataupun sikap pemaksaan terhadap minoritas.

              Kata ”Allah” itu bukan serumpun dari bahasa semitik kuno (Ibrani, Aramaic dan Arab) sehingga kata ”Allah” itu cognate dengan El, Eloah, maupun Elohim, karena kata ”Allah” itu bukan bahasa melainkan nama diri dari sesembahan, dan kata ”Allah” sudah dikenal jauh sebelum agama Islam ada, yaitu sebagai salah satu ”nama diri” sesembahan paganisme, kemudian Islam datang dengan mengubah konsep kata ”Allah” sebagai sang khalik/ pencipta. (Passing Over, PT Gramedia Pustaka Utama, 1998, hal 85).

Bahasa Ibrani tidak mengenal kata ”Allah”, apalagi sebagai sebutan, sehingga tidak cognate dengan El, Eloah, dan Elohim yang merupakan ”Sebutan” dari Nama Diri ”Yahweh” dalam bahasa Ibrani.

Menurut saya, pelarangan itu justru seharusnya bukan hanya untuk Malaysia, sebab kata ”Allah” dalam Alquran memang merupakan nama diri yang tidak bisa diubah atau diterjemahkan.

1. Alquran berbahasa Inggris Roman Transliteration of the Holy Qur’an with full Arabic text, English transliteration by Abdullah Yusuf Ali, Dar Al Furqan-Beirut Lebanon Pada Ayat Al Faatihah ayat 1 dan 2 yang dalam transliterasi dari bahasa Arab berbunyi Bismillaahir-Rahmaanir- Rahiim. Al-Hamdulillaahi Rabbil- Aalamiin diterjemahkan: In the name of Allah, Most Gracious, Most Merciful. Praise be to Allah, the Cherisher and Sustainer of the Worlds.

2. Alquran berbahasa Belanda Inleiding tot de studie van de Heilige Qor’aan door Hazrat Mirza Bashir- Ud-Din Mahmud Ahmad, Hoofd van de Ahmadiyya Beweging en tweede opvolger van Hazrat Ahmad (vrede Gods ruste op hem), de Beloofde Messias en Mahdi Stichter van de Beweging, Rabwah-Punjab-Pakistan, Pada Ayat Al Faatihah ayat 1 dan 2 yang dalam transliterasi dari bahasa Arab berbunyi Bismillaahir-Rahmaanir- Rahiim. Al-Hamdulillaahi Rabbil-Aalamiin diterjemahkan In naam van Allah de Barmhartige, de Genadevolle. Alif Laam Miem (Ik ben Allah, de Al-wetende).

Jika umat beragama hidup dalam jalurnya masing-masing, maka antara agama satu dengan yang lain, tidak akan terjadi benturan yang menimbulkan konflik horizontal seperti yang selama ini terjadi antara Kristen Katolik dengan Islam. Dalam agama Kristen dan Katholik, sebenarnya tidak pernah ada kata ”Allah”, apa yang selama ini dipergunakan untuk menerjemahkan kata ”Allah” berasal dari bahasa Ibrani ”Elohim” sedangkan untuk kata ”ALLAH” (dalam huruf kapital semua) berasal dari nama diri sesembahannya para nabi yang tertulis dalam Alkitab, yaitu ”Yahweh” dari huruf Ibrani ”Yod He Waw He” yang jika ditransliterasi ke huruf latin akan tertulis YHWH.

Jadi agar tidak terjadi benturan antara Agama Kristen dan Katholik terhadap Islam, memang seyogyanya Kristen dan Katholik tidak menggunakan lagi kata ”Allah” untuk menerjemahkan kata ”Elohim”, melainkan menggunakan kata ”Tuhan”, dan tidak menggunakan kata ”ALLAH” untuk menerjemahkan kata ”Yahweh”, melainkan tetap ditulis ”Yahweh” atau ditulis huruf transliterasinya yaitu YHWH.

Di Indonesia kata ”Allah”, itu bukan sinonim dari kata ”Tuhan”, sebab pemahaman kata ”Allah” sendiri antara Kristen dan Katholik dengan Islam berbeda. Jika diklarifikasi berdasarkan pemakaian kata ”Allah” pada umat Kristen dan Katholik, akan berprinsip bahwa Allah itu ”Roh”, sedangkan Islam berprinsip ”Allah” itu zat, kalau kata ”Allah” itu merupakan ”bahasa” seharusnya antara umat Kristen dan Katholik dengan Islam serta dengan umat agama lain seperti Hindu dan Budha, akan punya pemahaman yang sama. Jadi penggunaan kata ”Allah” oleh umat Kristen dan Katolik selama ini, merupakan kesalahan terjemahan. Contohnya: Kata ”kursi” yang mengadopsi dari bahasa Arab Al-kursi baik umat Kristen, Katholik, Islam, Hindu dan Budha, dapat memiliki persepsi yang sama dari arti kata tersebut yaitu tempat untuk duduk., sedangkan kata Allah, umat Hindu dan Budha tidak pernah memakainya sebagai sinonim dari kata Tuhan sebab kata ”Allah” itu nama diri yang tidak boleh dan tidak bisa diterjemahkan.

Kata ”Allah” juga bukan berasal dari kata ”Al-ilah” karena:

a. Allah itu nama tuhannya umat Islam, buktinya umat Islam di Amerika jika sembahyang akan mengucapkan ”Allahu akbar” bukan ”God akbar”.

b. Allah bukan berasal dari al-ilah dengan menghilangkan alif seperti penjelasan para dosen Islamologi, sehingga tinggal ”lah” sebab artinya akan berubah, bukan nama tuhannya umat Islam atau sebutan untuk ”dewa” atau sesembahan lagi, melainkan lisyakshin atau baginya laki-laki.

c. Ilah itu sudah satu paket kosakata yang tidak bisa dipenggal, karena kata benda bukan kata kerja.

d. Ilah bisa dimasukkan alif lam karena ilah adalah gelar atau sebutan sedangkan Allah itu tidak bisa karena nama pribadi.

Contoh : Ustaadzun guru laki-laki, bisa dimasukkan alif lam, sehingga menjadi al-ustaadzu, tetapi Fatimah tidak bisa ditulis menjadi al-Fatima karena Fatimah itu nama pribadi atau nama orang.

e. Ilah atau al-ilah ada mutsannahnya yaitu ilahaani artinya dua tuhan atau dua dewa,sedangkan Allah tidak ada mutsannahnya/tatsniyah-nya, kalau ada artinya bukan Allah lagi tetapi Allahaani, ini mengganti nama sesembahannya umat Islam.
Contoh : Fatimah kalau di-mutsannah- kan menjadi Fatimataani yang berarti bukan lagi Fatimah tetapi berubah menjadi Tante Fatimataani.

f. Ilah atau al-ilah bisa diterjemahkan menjadi dewa atau sesuatu yang disembah sedang ”Allah” tidak bisa diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun karena nama pribadi. Silakan baca di Kamus Indonesia-Arab-Inggris Karangan Abd bin Nuh dan Oemar Bakri halaman 76.

g. Allah bukan berasal dari hamzah, lam, ha karena kalau diuraikan secara ilmu shorof (ilmu yang menguraikan kata kerja) tidak pernah ditemukan, baik fiil madhinya/past tense, mudhori’nya/present continous tense, maupun mashdarnya/kata kerja yang tidak ada waktunya atau sumber kata. Yang ada hamzah, lam, lam, ha, atau allaha, tetapi kalau diuraikan secara wazan/ukuran /timbangan dalam ilmu shorof juga tidak bisa menjadi Allah.
Contoh: ”Allaha” dengan wazan af’ala-yuf’ilu-if’aalan. Jadi kalau kita uraikan secara nahwu shorof ”Allaha” menjadi: Allaha-yullihu-illaahan. Dan itu bukan Allah tetapi sebutan.
Tidak ada satu pun makhluk yang berhak memakai nama ”Allah”. Maka manusia hanya boleh memakai nama Abdullah (hamba Allah), Abdurrahman (hamba Allah Yang Maha Rahman), dll. Karena itulah kata ”Allah” tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun. Maka terjemahan ”Allah” menjadi God (bahasa Inggris) atau Tuhan (Indonesia) adalah tindakan yang batil. Karena God bisa diubah menjadi bentuk jama’ (Gods) dan Tuhan bisa diubah menjadi bentuk jamak (Tuhan-tuhan). Sedangkan Allah tidak bisa diubah menjadi bentuk jamak.

Rev Yakub Sulistyo STh MA
Gembala Sidang Gereja
Pimpinan Rohulkudus
”Surya Kebenaran” Ambarawa